Butuh bantuan?

Ceritakan tentang kebutuhan SEO Anda, tim marketing kami akan membantu menemukan solusi terbaik.

Berikut daftar tim kami secara resmi dan diakui, hati-hati terhadap penipuan oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan PT CMLABS INDONESIA DIGITAL (cmlabs). Baca lebih lanjut
Marketing Teams

Agita

Marketing

Tanya Saya
Marketing Teams

Destri

Marketing

Tanya Saya
Marketing Teams

Thalia

Marketing

Tanya Saya
Marketing Teams

Irsa

Marketing

Tanya Saya
Marketing Teams

Yuliana

Business & Partnership

Tanya Saya
Marketing Teams

Rochman

Product & Dev

Tanya Saya
Marketing Teams

Said

Career & Internship

Tanya Saya

Tertarik bergabung di cmlabs? Tingkatkan peluang kamu bekerja menjadi Spesialis SEO di perusahaan melalui program baru kami, yaitu cmlabs Academy. Gratis ya!

Cek

Baru! cmlabs Tambahkan 2 Tools untuk Chrome Extensions! Apa Saja?

Cek

Saat ini tidak ada notifikasi...

Perubahan Algoritma Mesin Telusur

Mengulas Perpres Publisher Rights: Apakah Dibuat untuk Semua Pihak?

news headline image
Gambar sampul: Pengesahan Perpres Publisher Rights, atau Perpres Nomor 32 Tahun 2024, cukup mengundang kontra, terutama dari salah satu wadah distributor berita terbesar di Indonesia, Google.

Perpres Publisher Rights telah disahkan Februari 2024 dan akan diterapkan pada Agustus 2024. Namun, Perpres ini cukup memicu perdebatan. Simak di sini!

Dibagikan 111 kali

Disclaimer: Kami menyediakan konten berita tanpa iklan dan organik kepada para pembaca.


Pokok Bahasan
  • Presiden RI, Joko Widodo, akhirnya mengesahkan Perpres Publisher Rights pada 20 Februari 2024. 

  • Perpres ini cukup memicu perdebatan karena beberapa pihak menilai bahwa peraturan ini dapat berdampak pada arah berita nasional dan keberlangsungan hidup media kecil.

  • Google mengatakan akan hengkang dari Indonesia untuk urusan distribusi berita jika peraturan ini disahkan tanpa perubahan. 

  • Disahkannya Perpres ini pun memunculkan banyak hal yang perlu diperhatikan dengan serius, terlebih yang menyangkut keberlanjutan ekosistem media di Indonesia.


Tahukah Anda bahwa pada 20 Februari 2024, Presiden Joko Widodo akhirnya mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Jurnalisme Berkualitas atau lebih dikenal dengan Publisher RightsPublisher Rights adalah peraturan yang didesain untuk mengatur hubungan bisnis platform digital dan perusahaan pers. 

Setelah diskusi yang cukup alot dengan berbagai pihak untuk memutuskan Perpres Jurnalisme Berkualitas ini, akhirnya Perpres Publisher Rights disahkan dan saat ini sedang dalam masa transisi.

Namun, perancangan peraturan hingga pengesahannya pada tahun ini cukup mengundang banyak perdebatan di antara beberapa pihak. Bahkan, salah satu platform digital yang telah menjadi wadah distributor berita terbesar di Indonesia, Google, memberikan keterangan terbuka untuk menanggapi pengesahan Perpres ini. 

Tim internal kami telah melakukan riset mendalam dan mempelajari berbagai sumber untuk mengupas tuntas seluruh pembaruan seputar Perpres Jurnalisme Berkualitas, mulai dari proses pengesahan, tanggapan atas pengesahan, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di masa mendatang. Artikel ini merupakan pembahasan lanjutan dari tulisan yang telah dipublikasikan sebelumnya yang membahas Perpres Jurnalisme Berkualitas dan ancaman hengkangnya Google dari Indonesia. Simak selengkapnya di bawah ini!

 

Apa itu Peraturan Presiden Publisher Rights?

Perpres Publisher Rights, atau Perpres Nomor 32 Tahun 2024 adalah Peraturan Presiden yang dibuat dengan dasar bahwa jurnalisme berkualitas perlu didukung oleh perusahaan platform digital. 

Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria, mengatakan bahwa Perpres ini dirancang untuk menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan perusahaan pers dan platform digital untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan bisnis yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. 

Kehadiran perusahaan platform digital juga mendorong berkembangnya teknologi informasi, yang kemudian berdampak pada praktik jurnalisme berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah menilai perlu menata ekosistem hubungan Perusahaan Platform Digital (Google, platform media sosial, dan lain sebagainya) dengan Perusahaan Pers melalui Perpres ini. 

Adapun tanggung jawab perusahaan platform digital dalam mendukung jurnalisme berkualitas diatur pada Pasal 5 yang berbunyi:

Gambar 1: Cuplikan Perpres yang telah sah mengenai tanggung jawab platform digital.
Gambar 1: Cuplikan Perpres yang telah sah mengenai tanggung jawab platform digital.

Perpres ini juga membahas mandat pembentukan komite yang mengawasi dan memastikan bahwa perusahaan platform digital dapat memenuhi kewajibannya dengan baik. 

Anggota komite terdiri dari Dewan Pers yang tidak mewakili perusahaan pers, kementerian di bidang komunikasi dan informatika, serta ahli di bidang layanan platform digital yang tidak terikat dengan perusahaan platform digital atau perusahaan pers. 

Selain itu, Perpres ini juga menetapkan pendanaan untuk pelaksanaan tugas komite yang bersumber dari organisasi pers, perusahaan pers, bantuan negara, dan/atau bantuan lainnya. 

Presiden Joko Widodo menegaskan pada Hari Pers Nasional 2024 (20/02/2024) bahwa disahkannya Perpres ini tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan pers. 

Gambar 2: Sambutan Presiden Jokowi pada Hari Pers Nasional 2024.
Gambar 2: Sambutan Presiden Jokowi pada Hari Pers Nasional 2024.

Lebih lanjut, Perpres ini tidak berlaku untuk content creator di Indonesia. Peraturan Presiden ini akan mulai berlaku enam bulan setelah diterbitkan yaitu 20 Agustus 2024.

 

Latar Belakang Dirancangnya Perpres Publisher Rights

Ternyata, perancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas telah dimulai sejak tahun 2020 di mana pemerintah bekerja sama dengan konstituen pers. 

Perancangan peraturan ini bermula dari arahan Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Pers Nasional 2020 untuk menjaga ekosistem dan industri pers agar tetap sehat, sehingga bisa menyediakan informasi yang berkualitas untuk masyarakat. 

Setelah itu, Dewan Pers membentuk tim Media Sustainability dan merumuskan rancangan regulasi berjudul “Tanggung Jawab Platform Digital dan Jurnalisme Berkualitas”. 

Awalnya, rancangan regulasi tersebut akan diajukan untuk revisi Undang-Undang ITE, sehingga Menteri Kominfo saat itu menyerahkan naskah pada Menko Polhukam untuk dikaji. Ternyata, regulasi tersebut tidak memungkinkan untuk menjadi bagian dari UU ITE. 

Di tahun 2022, Deputi Hukum Sekretariat Kabinet mengusulkan regulasi tersebut untuk menjadi Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah. 

Akhirnya, Menkominfo mengadakan rapat dengan Dewan Pers, PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia), SMSI (Serikat Media Siber Indonesia), dan ATVLI (Asosiasi Televisi Lokal Indonesia). 

Lebih lanjut, pada Peringatan Hari Pers Nasional 2023, Presiden Jokowi menegaskan bahwa salah satu permasalahan utama dari digitalisasi media informasi adalah pembuatan berita yang tidak bertanggung jawab. 

Hal ini dikarenakan semakin banyak berita yang muncul dari media sosial dan media digital lainnya, termasuk platform digital asing yang umumnya dikendalikan oleh kecerdasan buatan dan tidak beredaksi. 

Presiden beranggapan bahwa algoritma mereka cenderung mementingkan sisi bisnis, sehingga konten yang diutamakan cenderung berupa konten sensasional tanpa kualitas yang otentik. 

Selain itu, permasalahan lainnya dari digitalisasi media informasi adalah sekitar 60% dari belanja iklan diambil oleh media digital. Presiden berargumen bahwa hal ini akan menjadi tantangan berat bagi industri media konvensional. 

Kemudian, isu terakhir yang diangkat adalah keamanan data dalam negeri dan pemanfaatan algoritma untuk mengendalikan preferensi masyarakat. Berangkat dari beberapa justifikasi tersebut, akhirnya Presiden Jokowi mendorong diselesaikannya rancangan Peraturan Presiden Publisher Rights

 

Mengapa Perpres Publisher Rights Memicu Perdebatan?

Disahkannya Perpres Jurnalisme Berkualitas telah memicu perdebatan berbagai pihak. Pasalnya, beberapa golongan masyarakat beranggapan bahwa Perpres ini akan membatasi kebebasan pers. Meski begitu, beberapa pihak lainnya menganggap Perpres ini dapat menjamin kualitas informasi yang diterima publik. 

Tidak hanya itu, aliansi profesi seperti Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan beberapa aliansi lainnya juga menuntut agar Perpres ini tidak menjadi bumerang bagi pers dengan mengorbankan kemerdekaan pers dan sisi finansial dari perusahaan media. 

Pasalnya, jika skema algoritma dari platform digital dijalankan, sumber informasi yang ada pada mesin pencari kemungkinan akan diisi oleh perusahaan-perusahaan pers tertentu saja. Artinya, media-media kecil yang tidak dapat bersaing dengan perusahaan pers tersebut akan sulit muncul di hasil pencarian. 

Tentunya, hal ini akan berdampak pada media kecil yang sangat bergantung pada traffic lewat hasil pencarian. Sulitnya mereka untuk masuk ke algoritma yang ditentukan akan menurunkan pendapatan mereka. 

Selain itu, karena perusahaan pers kecil tidak memiliki daya tawar sebesar perusahaan media yang lebih besar dari mereka, maka mereka mungkin sulit untuk mendapatkan bagi hasil dan lisensi berbayar sebanyak yang perusahaan media besar dapatkan. Tentunya, hal ini dapat memengaruhi pendapatan mereka. 

Kemudian, jika hasil pencarian hanya didominasi oleh konten-konten dan perusahaan media tertentu, maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan informasi yang beragam. 

Bahkan, SMSI pun sempat menolak rancangan Perpres ini dan meminta Presiden Jokowi untuk tidak mengesahkannya. Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) SMSI pada Maret 2023, mereka membahas keberlanjutan peraturan ini dan menyatakan penolakannya. 

Terdapat delapan poin penolakan yang dinyatakan oleh SMSI terkait Perpres Publisher Rights yang saat itu masih berbentuk draf, di antaranya:

  • Publisher Rights dapat mempersempit hak perusahaan pers kecil. 
  • Peraturan ini dapat memperkuat posisi media mainstream dan melemahkan media berbasis rintisan. 
  • Peraturan ini menciptakan persaingan bisnis antarmedia yang tidak sehat dan bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 
  • SMSI sebagai salah satu konstituen pers mendesak Dewan Pers untuk tidak mengajukan draf Perpres kepada Presiden. 
  • SMSI meminta Dewan Pers untuk menjaga keberlanjutan perusahaan pers kecil di Indonesia. 
  • SMSI memohon Presiden Jokowi untuk tidak mengesahkan Perpres ini.
  • SMSI mengimbau seluruh elemen pemerintahan Republik Indonesia untuk tidak mencampuri regulasi perusahaan pers selain UU Nomor 40 Tahun 1999. 
  • SMSI berkomitmen untuk menanamkan kode etik jurnalistik, undang-undang tentang pers, dan pedoman pemberitaan media siber. 

 

Menurut SMSI, Perpres ini bertentangan dengan motivasi Presiden Jokowi untuk mengembangkan UMKM, termasuk media yang dirintis oleh perusahaan rintisan buatan anak bangsa. 

Namun, SMSI menyayangkan bahwa pasal 8 draf Perpres, yang menyatakan bahwa Perusahaan Pers yang dapat melaksanakan Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital adalah perusahaan yang sudah diverifikasi oleh Dewan Pers, dapat mempersempit ruang media kecil, media daerah, dan media UMKM. 

Pasal tersebut pun kini sudah disahkan menjadi pasal 6 Perpres Nomor 32 Tahun 2024 yang berbunyi “Perusahaan Pers sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, huruf c, dan huruf f merupakan perusahaan Pers yang telah diverifikasi oleh Dewan Pers.”

 

Bagaimana Tanggapan Platform Digital Terkait Perpres Ini?

Dirancangnya Perpres Jurnalisme Berkualitas mengundang pernyataan dari salah satu platform digital, Google. Menanggapi rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas ini, Michaela Browning selaku Vice President Government Affairs and Public Policy untuk Google APAC memberikan pernyataan tertulisnya. 

Google khawatir bahwa jika Perpres ini disahkan tanpa perubahan, peraturan ini akan membatasi variabilitas sumber berita bagi publik karena pemerintah memberikan kewenangan pada lembaga nonpemerintah untuk menilai konten yang dapat muncul secara daring dan penerbit yang dapat memperoleh keuntungan dari iklan. 

Disahkannya Perpres ini, menurut Google, akan memengaruhi kemampuan mesin pencari ini untuk menyediakan informasi daring yang kredibel, relevan, dan beragam bagi pengguna di Indonesia. 

Padahal, Google sudah berupaya untuk mendukung ekosistem berita di Indonesia dengan memberikan informasi yang berguna, berkualitas, dan relevan bagi seluruh pengguna. Google juga telah berbagi pendapatan iklan dengan penerbit berita, memberikan pelatihan, mengembangkan alat, serta menyediakan pendanaan dari program-program Google. 

Google juga menyatakan bahwa sebanyak lebih dari satu miliar traffic (kunjungan situs) telah dikirimkan pada media Indonesia per bulannya secara gratis, begitu pula dengan penghasilan dari iklan dan langganan. 

Google pun menerangkan dampak yang akan terjadi jika Perpres Jurnalisme Berkualitas disahkan tanpa perubahan, di antaranya:

  • Membatasi keberagaman berita online. Google akan kesulitan untuk menampilkan berita yang beragam dari berbagai penerbit, termasuk penerbit kecil di bawah SMSI. Google juga berargumen bahwa publik yang ingin mendapatkan lebih banyak sudut pandang informasi akan dirugikan karena sumber yang mereka dapatkan di internet mungkin kurang relevan dan kurang netral. 
  • Hanya menguntungkan sejumlah penerbit. Google menjelaskan bahwa dengan dibatasinya konten pada platform ini, eksistensi media akan terancam, terlebih untuk media yang sedang berkembang. Hal ini berkaitan dengan wewenang yang diberikan kepada lembaga nonpemerintah untuk menilai konten yang layak ditayangkan pada Google. 

Jika peraturan ini tetap disahkan tanpa perubahan, maka ancaman yang muncul adalah Google hengkang dari Indonesia untuk urusan persebaran berita. 

 

Apa yang Mungkin Terjadi Jika Google Hengkang dari Indonesia?

Hengkangnya Google dari Indonesia, terlebih dengan hilangnya layanan Google News sebagai salah satu sumber informasi publik, dapat menimbulkan dampak signifikan bagi industri media dan pengguna. 

Adapun beberapa kemungkinan dampak yang terjadi sebagai imbas Google hengkang dari Indonesia adalah sebagai berikut. 

 

1. Menurunnya Traffic dan Pemasukan untuk Perusahaan Media 

Dampak pertama yang mungkin terjadi adalah menurunnya traffic dan pendapatan media. Google telah digunakan oleh banyak media berita daerah untuk mengarahkan pembaca ke situs mereka lewat tautan yang ada pada hasil pencarian. 

Hilangnya Google News tentu akan membuat mereka tidak bisa mempublikasikan berita pada mesin pencari ini dan mengarahkan pembaca untuk mengaksesnya, sehingga menyebabkan penurunan organic traffic situs web. 

Turunnya traffic ini dapat berdampak pada kondisi finansial media berita. Menurunnya pemasukan dapat berujung pada berkurangnya konten berita, pemutusan hubungan kerja, atau media yang gulung tikar akibat jumlah pembaca yang terus menurun. 

 

2. Informasi yang Tidak Beragam

Selanjutnya, Google News menawarkan hasil pencarian berita yang terstruktur dan tidak memuat banyak iklan, sehingga menjadi salah satu sumber informasi yang diandalkan masyarakat Indonesia. 

Hengkangnya Google dari Indonesia akan berdampak pada keberagaman informasi yang dapat diakses masyarakat, di mana publik akan sulit mendapatkan informasi dari beragam sudut pandang.

 

3. Kehilangan Dukungan untuk Jurnalisme Berkualitas

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Google telah berkontribusi untuk mendukung jurnalisme berkualitas di Indonesia dengan program-programnya.

Jika Google keluar dari Indonesia, masyarakat Indonesia mungkin akan kehilangan dukungan dan sumber daya yang dapat mengembangkan jurnalisme berkualitas di Indonesia. 

 

Hengkangnya Platform Digital dari Sebuah Negara Bukanlah Hal Baru

Wacana keluarnya beberapa platform digital dari sebuah negara akibat peraturan yang serupa dengan Publisher Rights bukanlah yang pertama kali terjadi. 

Sebelumnya, Kanada dan Australia mengalami ancaman keluarnya platform digital besar, Google dan Facebook (Meta), akibat disahkannya peraturan yang mengatur regulasi perusahaan pers dan platform digital seperti Publisher Rights

Pada Juni 2023, Google melalui pernyataan tertulisnya menyatakan bahwa akan menghilangkan tautan berita Kanada dari layanan Search, News, dan Discover atas disahkannya Bill C-18 di Kanada. 

Bill C-18 adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah Kanada untuk meningkatkan kesetaraan hubungan ekonomi antara perusahaan berita dengan platform online, yaitu platform online harus membayar perusahaan media untuk bisa menampilkan tautan berita saat platform lainnya melakukannya secara gratis. 

Meskipun begitu, pada November 2023, Google menyatakan bahwa pemerintah Kanada telah mengakui kekhawatiran mereka terhadap Bill C-18 dan telah melakukan diskusi mendalam, sehingga akhirnya Google dapat menyetujui pembayaran yang diatur.

Namun, berbeda dengan Google, Meta sepertinya mengalami diskusi yang alot. Seperti Google, Meta juga mengecam akan menghapus layanan berita atas disahkannya Bill C-18. 

Akan tetapi, tidak seperti Google yang telah mencapai keputusan bersama di bulan November tahun lalu, Meta telah memutuskan untuk membatasi akses berita pada Facebook dan Instagram di Kanada. 

Dibatasinya akses berita pada produk-produk Meta berdampak pada perusahaan media berita kecil. Beberapa media kehilangan online presence yang tentunya berdampak pada pendapatan mereka. 

Bahkan, dibatasinya peredaran berita di Facebook memiliki imbas langsung pada warga Kanada saat musibah kebakaran hutan terjadi di sebagian besar Kanada. Warga yang terdampak kebakaran hutan tidak dapat mengakses berita terbaru tentang persebaran kebakaran dan potensi penyelamatan. 

Sementara itu, di Australia, Google dan Facebook juga mengancam untuk keluar akibat disahkannya News Media Bargaining Code, sebuah peraturan yang didesain agar perusahaan berita mendapatkan remunerasi yang adil dari platform digital untuk konten berita yang diterbitkan. 

Artinya, platform digital harus memberikan imbalan kepada perusahaan berita ketika platform tersebut mendapatkan lebih banyak nilai dari konten berita dibandingkan dengan perusahaan berita yang menyalurkan kontennya. 

Google sempat mengancam akan hengkang dari Australia, tetapi Facebook telah memilih langkah tegas. Facebook membatasi persebaran berita di seluruh Australia atas disahkannya News Media Bargaining Code.

Meskipun begitu, Facebook dan pemerintah Australia telah mencapai kesepakatan bersama setelah melakukan diskusi ekstensif yang membahas kekhawatiran perusahaan ini atas diimplementasikannya peraturan tersebut. 

Hasil dari diskusi tersebut adalah pemerintah Australia mengubah beberapa regulasi yang ada, sehingga Facebook dapat mengembalikan layanan berita di Australia. Kejadian ini pun menjadi perhatian pemerintah Indonesia, sehingga muncul wacana “studi banding” ke Australia untuk implementasi Perpres Publisher Rights ke depannya. 

 

Bagaimana Eropa Mengatur Persebaran Berita Online?

Pembuatan regulasi distribusi berita online tidak hanya terjadi di Kanada, Australia, dan Indonesia. Negara-negara di Eropa pun memiliki regulasi persebaran berita yang dibentuk oleh Uni Eropa (UE). Peraturan tersebut dikenal dengan Copyright Directive yang telah diimplementasikan sejak tahun 2021. 

Peraturan ini didesain untuk mengatur kreativitas di era digital, yang mana dapat memberikan manfaat bagi sektor kreatif, pers, peneliti, tenaga pengajar, dan lembaga warisan budaya di Uni Eropa. 

Tidak hanya itu, regulasi ini, bersama dengan Directive on Television and Radio Programmers, bertujuan untuk memodernisasi aturan hak cipta UE dan memudahkan konsumen serta pencipta dalam memanfaatkan dunia digital, termasuk konten dan artikel pers yang diunggah secara daring. 

Aturan ini akan memicu penyebaran lebih banyak konten berkualitas tinggi, memungkinkan lebih banyak penggunaan digital di beberapa bidang utama di masyarakat, serta menjaga kebebasan berekspresi. 

Secara teknis, aturan ini akan memberikan hak-hak baru kepada penerbit online sembari memastikan bahwa audiens dapat mengakses informasi secara gratis. 

Aturan ini juga memungkinan penautan dan penyertaan cuplikan singkat dari konten penerbit (kecuali snippet). Dengan begitu, penerbit berita bisa melihat pratinjau konten mereka secara online.

Dari 27 negara yang tergabung pada UE, Perancis merupakan negara pertama yang mengimplementasikan peraturan Copyright Directive yang memberikan cara bagi penerbit dan perusahaan berita untuk mencapai kesepakatan lisensi dengan platform digital. 

Menanggapi peraturan ini, Google sebagai salah satu platform digital memberikan pernyataan resminya. 

Dalam pernyataan tertulis yang dipublikasikan pada November 2021, Google menyatakan bahwa akan menawarkan Extended News Previews untuk mencakup tampilan konten yang lebih dari sekadar tautan dan pratinjau singkat. 

Selain itu, Google juga menyatakan bahwa mereka tidak menampilkan iklan atau mendapatkan keuntungan dari sebagian besar pencarian serta tidak memasang iklan pada Google News. Kemudian, Google memberikan kuasa penuh untuk menentukan apakah konten mereka ingin ditampilkan pada pencarian dan seberapa banyak konten yang dapat muncul di pratinjau. 

Melalui pernyataan tertulis itu, Google juga menerangkan bahwa mereka menantikan kolaborasi berkelanjutan dengan penerbit dan jurnalis untuk mendukung jurnalisme di UE. Informasi terbaru yang dirilis pada Juni 2023 mengungkapkan bahwa Google masih bekerja sama untuk mengimplementasikan regulasi ini. 

Meskipun Google masih mematuhi peraturan yang ada, bukan berarti penerapan regulasi ini berjalan tanpa tantangan. 

Pada Maret 2024, badan pengawas persaingan usaha Perancis menjatuhkan denda sebesar 250 juta euro atau 272 juta dollar kepada Google karena platform digital ini gagal untuk mematuhi beberapa komitmen yang dibuatnya dalam negosiasi, seperti memberi kompensasi kepada penerbit berita atas kontennya. 

Google diharuskan membayar penerbit berita Perancis sesuai dengan peraturan Copyright Directive yang dirilis oleh UE. Platform digital ini pun menyetujui pembayaran denda sesuai dengan negosiasi, meskipun merasa bahwa denda yang diajukan tidak sebanding dengan perselisihan yang diangkat badan pengawas Perancis. 

 

Hal yang Menjadi Perhatian Serius dari Hengkangnya Google sebagai Platform Digital

Disahkannya Perpres ini memang mengundang argumen dari berbagai pihak, tetapi ancaman keluarnya Google dari urusan distribusi berita Indonesia harus menjadi perhatian serius. 

Pasalnya, Google adalah platform digital di mana perusahaan media berita bisa mendistribusikan beritanya dan dapat diakses oleh pengguna. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berhentinya layanan Google di Indonesia mungkin akan berdampak pada media yang menggantungkan website traffic-nya pada Google. 

Website traffic adalah seluruh informasi yang mencakup jumlah pengunjung, aktivitas pengunjung, dan durasi kunjungan. Traffic dapat meningkatkan brand awareness, peringkat di mesin pencari, dan mengoptimalkan strategi pemasaran. Manfaat tersebut tentu akan berdampak pada pendapatan perusahaan. 

Hengkangnya Google dari Indonesia untuk urusan persebaran berita mungkin akan menjadi masalah bagi media-media kecil yang sedang berkembang bergantung pada Google untuk mendapatkan traffic ke situs web mereka. Bisnis mereka bisa terancam kolaps jika tidak bisa mendapatkan traffic untuk situs web mereka akibat jumlah pengunjung yang terus menurun. 

Lebih lanjut, keluarnya Google dari Indonesia juga mungkin akan memengaruhi peredaran berita di mesin pencari, di mana media besar mungkin akan mendominasi hasil pencarian, sehingga dapat berpengaruh pada arah berita nasional.

 

Pertanyaan-Pertanyaan yang Muncul atas Respons Hengkangnya Google 

Respons Google terhadap Perpres ini memunculkan beberapa hipotesis, di antaranya: 

Pertama, apabila sampai diimplementasikannya Perpres Publisher Rights pada Agustus 2024 dan Google tidak mau memenuhi syarat yang ada pada peraturan tersebut, akankah Google melakukan deindex (penghapusan halaman situs web dari hasil pencarian sehingga pengguna tidak akan menemukan konten tersebut dengan kata kunci atau metode site: URL sekalipun) pada semua konten yang diindeks dari media-media yang terdaftar di Dewan Pers?

Deindex mungkin terjadi apabila Google memblokir akses situs web berita asal Indonesia. Hal ini bisa menjadi masalah serius bagi pemilik situs web, khususnya perusahaan media, karena dapat menurunkan traffic dan eksposur ke situs web.  

Kedua, pertanyaan hipotesis yang muncul terkait respons ini adalah mengenai traffic source. Meskipun tidak terjadi deindexing, menurunnya traffic source mungkin bisa terjadi apabila situs web tidak bisa diakses dengan IP Indonesia. Artinya, traffic source dari Indonesia mungkin akan menghilang dan situs web berita di Indonesia terpaksa harus mengandalkan traffic dari luar negeri. 

Lalu, apakah hengkangnya Google dari Indonesia juga akan berdampak pada turunnya lapangan pekerjaan di bidang jurnalisme dan kepenulisan? 

Dengan kolapsnya perusahaan media akibat tidak dapat menghasilkan traffic yang optimal, lapangan pekerjaan untuk jurnalis dan penulis mungkin akan menurun drastis. Padahal, perusahaan media adalah adalah salah satu perusahaan yang banyak memiliki tenaga kerja jurnalis. 

Lantas, apakah Perpres Publisher Rights benar-benar dibuat untuk memenuhi kepentingan seluruh pihak? Bagaimana pendapat Anda?


Sumber Artikel

Sebagai penyedia berita yang berdedikasi, kami berkomitmen terhadap akurasi dan keandalan. Kami bekerja ekstra dengan melampirkan sumber yang kredibel untuk mendukung data dan informasi yang kami sajikan.

  1. Google Blog - https://indonesia.googleblog.com/2023/07/rancangan-peraturan-untuk-masa-depan-media-di-Indonesia.html
  2. Perpres Nomor 32 Tahun 2024 - https://peraturan.bpk.go.id/Details/278037/perpres-no-32-tahun-2024
  3. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia - https://smsindonesia.co/rakernas-berakhir-smsi-minta-presiden-joko-widodo-tidak-menandatangani-rancangan-perpres-publisher-right.ht
  4. Hasil Rakernas SMSI - https://smsindonesia.co/rakernas-berakhir-smsi-minta-presiden-joko-widodo-tidak-menandatangani-rancangan-perpres-publisher-right.html
  5. Google Blog - https://blog.google/around-the-globe/google-europe/googles-approach-to-europes-copyright-law/

Disclaimer: Semua berita yang dipublikasikan oleh cmlabs telah melalui proses verifikasi dan pengolahan data yang ketat dan berdasar pada Panduan Publikasi cmlabs. Meski begitu, data atau inti berita yang kami tulis mungkin saja mengalami perubahan, pengurangan, atau penambahan. Oleh karena itu, cmlabs tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang mungkin timbul karenanya. Kami mendorong pembaca untuk melakukan verifikasi tambahan sebelum mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tertera di halaman ini.

Dibagikan 111 kali

alivia-ariatna

Alivia Ariatna

As an experienced SEO content writer, I specialize in crafting compelling, keyword-optimized content with extensive research on it. I stay updated with the latest SEO trends and best practices to ensure my content meets both user intent and search engine requirements.

Tulisan lainnya dari Alivia

Ditulis dalam cmlabs News

Google Rilis Dokumentasi tentang Panduan Google Trends

Mon 04 Nov 2024, 08:18am GMT + 7
Ditulis dalam cmlabs News

Google Hapus Sitelink Search Box per 21 November 2024

Fri 01 Nov 2024, 08:33am GMT + 7
Ditulis dalam cmlabs News

Google Menang Nobel untuk Penelitian AI, Tuai Perdebatan

Wed 16 Oct 2024, 11:39am GMT + 7
Ditulis dalam cmlabs News

Google Tambahkan Rekomendasi Baru untuk Product Markup

Tue 08 Oct 2024, 11:21am GMT + 7

Update berita SEO dari seluruh dunia di cmlabs News untuk wawasan SEO sehari-hari Anda

Dalam pengembangan mesin telusur terbarunya, Bing menggandeng GPT-4 untuk menyajikan pengalaman pencarian termaju. Ini lengkapnya

Bard, layanan AI percakapan eksperimental, menggabungkan informasi dengan kecerdasan model bahasa. Simak informasinya di sini

Dengan maraknya teknologi AI, search engine besar seperti Google dan Bing kini dilengkapi dengan generative AI masing-masing. Ini informasinya.

TULISKAN KOMENTAR ANDA

Anda harus masuk untuk berkomentar


Semua komentar (0)

Diurutkan Berdasarkan