Kami menggunakan cookies

Situs ini menggunakan cookies dari cmlabs untuk memberikan dan meningkatkan kualitas layanannya serta menganalisis lalu lintas..

Apakah Design Thinking Adalah Solusi “One-Size-Fits-All”?

Dipublikasikan Sep 29, 2023 16:09

Tim kami akan terus menambahkan istilah-istilah baru yang umumnya digunakan dalam dunia SEO dan terminologi Google. Anda mungkin akan diarahkan ke Kamus SEO di cmlabs.co melalui tautan dari pihak ketiga. Harap diingat bahwa kami tidak melakukan pengecekan terhadap keakuratan dan keandalan dari tautan-tautan eksternal. Sehingga, kami tidak bertanggung jawab atas akurasi atau keandalan informasi yang ditawarkan oleh situs web pihak ketiga.

Setiap desainer pasti pernah mendengar Design Thinking, salah satu metode penyelesaian masalah di dunia desain. Bahkan desainer yang masih baru memulai perjalanannya pasti pernah melihat course atau seminar yang membicarakan Design Thinking. Tapi kalau kamu masih baru di dunia desain dan surprisingly belum pernah mendengar tentang Design Thinking, sekarang kamu tahu.

Aku akan memulai dengan disclaimer kalau tulisan ini purely adalah opini berdasarkan observasi ke orang-orang yang bekerja di industri desain, rekan kerja, dan teman-teman yang pernah atau memiliki pengalaman menggunakan metode Design Thinking sebagai cara untuk menemukan masalah dan mencari solusi desain yang tepat.

Design Thinking mungkin adalah metode penyelesaian masalah dalam desain yang paling sering digunakan. Apakah efektif? Apakah bisa diaplikasikan ke segala situasi masalah? Kenapa metode ini sering digunakan sebagai pendekatan penyelesaian masalah desain? Well, sebelum kita mendalami gagasan-gagasan tersebut, pertama-tama mari kita recall surface-nya Design Thinking terlebih dahulu.

Sebetulnya Design Thinking Itu Apa Sih?

Design Thinking adalah pendekatan yang human-centered, pendekatan berfokus pada memahami kebutuhan user, kemudian menantang asumsi dan menentukan masalah utamanya apa, dan terakhir membuat solusi yang inovatif. 

Prosesnya non-linear artinya tidak harus dilakukan secara urut. Selain itu, prosesnya juga berulang. Design Thinking memiliki 5 tahapan antara lain: empathize, define, ideate, prototype, dan test.

Design thinking sering digunakan untuk mengembangkan produk baru, tapi juga bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas dari produk yang sudah ada. Sering digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah, dari sekecil remahan roti sampai setinggi gunung himalaya.

Dengan kata lain, masalah sehari-hari seperti desain botol saus, sampai ke permasalahan global yang begitu kompleks seperti menghubungkan banyak manusia di seluruh dunia ke dalam metaverse virtual. Tapi bukan, hari ini kita tidak akan membicarakan tentang metaverse. Hari ini kita akan membicarakan tentang design thinking yang dimulai dari:


Phase 1: Empathize

Sebagaimana dimaksud sebelumnya, Design Thinking adalah pendekatan yang human-centered. Artinya, kita sebagai desainer harus berfokus pada manusia, atau dalam istilah yang lebih teknis, para pengguna. Kita harus mampu memposisikan diri dalam situasi yang sedang dialami oleh pengguna.

Tujuan dari tahap ini adalah mendapat pemahaman yang lebih dalam dan melihat masalah yang dihadapi oleh pengguna secara lebih luas dan objektif. Dalam praktiknya, desainer melakukan user research untuk memahami kebutuhan, tujuan, dan keresahan pengguna. 

Metode lain yang digunakan oleh desainer adalah Contextual Inquiry, dimana desainer mengobservasi pengguna saat sedang menggunakan produk secara langsung. Hal ini memungkinkan desainer untuk memahami bagaimana pengguna menggunakan produk mereka dan mengidentifikasi ruang untuk peningkatan.

Terlepas dari metode yang digunakan oleh desainer untuk mendapatkan insight dari para user, di akhir tahap ini desainer harus mendapatkan statement. Kumpulan problem statement yang jelas dan ringkas, yang menjelaskan apa masalah yang perlu diselesaikan oleh desainer. Di tahap ini kita menjadi desainer yang berempati.

Phase 2: Define

Di tahap ini kamu mungkin menemukan banyak statement masalah dari insight tahap sebelumnya. Masalah-masalah ini dilaporkan oleh berbagai pengguna. Terlebih lagi masalah-masalah tersebut banyak dan nampak penting semua. “Jadi, masalah mana yang harus diselesaikan duluan?” mungkin pertanyaan yang kurang tepat untuk ditanyakan.

Coba bayangkan, kamu seorang detektif yang sedang menginvestigasi sebuah kasus kejahatan. Sekarang, kamu sudah memiliki banyak bukti, seperti kepingan-kepingan puzzle yang berserakan dimana-mana. Kamu tahu jawabannya sudah ada disitu. Untuk memahami apa maksud dari semua kejadian, kamu harus menggabungkan semua kepingan puzzle menjadi dan melihat gambaran besarnya.

Hal ini sama seperti menentukan suatu akar masalah. Kamu perlu melihat semua bukti atau data yang kamu miliki. Hasil dari user research, customer feedback, dan analisis data, semua perlu diperhatikan dan dipertimbangkan. Informasi yang begitu banyak itu perlu dicari kesamaan dan akhirnya dapat menentukan akar masalah. 

Contoh praktik metode Affinity Diagram

Ada berbagai metode yang dapat kamu gunakan untuk mendapatkan jawaban. Salah satunya adalah affinity diagramming, yang bisa kamu gunakan untuk mengidentifikasi pola dan hubungan antar temuan. Kamu juga bisa menggunakan metode problem tree untuk mendapatkan representasi visual dari masalah dan akar masalahnya.

Begitu banyak metode yang bisa digunakan untuk menemukan akar masalah; kamu bisa menggunakan metode apapun bahkan beberapa metode sekaligus. Intinya metode yang digunakan harus membantumu untuk mengumpulkan dan mempersatukan informasi atau temuan tentang masalah yang sedang dihadapi. Dengan begitu, kamu bisa mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam terkait masalah yang dihadapi dan mengidentifikasi solusi terbaik untuk menghadapinya.

Phase 3: Ideate

Di tahap ini, desainer mulai memanasi otak kreatif mereka dan siap memasak ide-ide. Inilah waktunya untuk think outside the box dan mendapatkan bermacam-macam ide sebanyak mungkin, tanpa adanya batasan ideasi.

Di tahap sebelumnya kamu adalah detektif, sekarang kamu adalah koki. Ketika memasak, kamu memulai dengan mengumpulkan bahan dan alat yang diperlukan. Kemudian dengan kreativitas kamu bereksperimen dengan berbagai bahan dan rasa yang ada untuk menciptakan sesuatu yang baru dan enak.

Tujuan memasak adalah untuk membuat masakan yang enak dan mengenyangkan. Tujuan dari tahap ideation adalah untuk menghasilkan solusi kreatif dari masalah yang dihadapi. Dalam kedua kasus, kuncinya adalah untuk bereksperimen dan mencoba hal-hal baru.

Brainstorming adalah metode klasik yang bisa digunakan untuk menghasilkan ide-ide. Metode lain yang bisa digunakan adalah mind mapping, di mana bisa membantu memvisualisasikan ide-ide dan bagaimana ide satu berhubungan dengan ide lain. 

Atau, jika kamu dan tim ingin melakukannya dengan lebih menyenangkan, kalian bisa mencoba metode role-playing untuk melihat permasalahan dari sudut pandang lain dan menemukan cara baru dan solusi yang inovatif.

Phase 4: Prototyping

Seorang desainer menggambar prototype aplikasi mobile

Singkatnya, tahap ini adalah di mana kamu mulai mendesain. Siapapun bisa membuat desain, tapi tidak semua orang bisa menjadi desainer, itu yang aku percayai. Quick reminder, kita hidup di dunia yang begitu maju di mana kita sedang merencanakan pengiriman manusia ke Mars, kita punya dunia virtual bernama Metaverse, dan robot yang membantu seorang UI/UX designer menulis artikel ini.

Ya, aku menggunakan bantuan AI dalam penulisan artikel ini, dan itu adalah bukti bahwa aku bisa membuat suatu tulisan atau artikel, tapi aku bukan writer. Sama seperti desain, akhir-akhir ini ada banyak cara mudah untuk membuat desain, bisa dengan menggunakan AI atau menggunakan ulang template desain yang sudah lama dan hanya mempercantik tampilannya saja.

In my opinion, ada banyak orang melewati tahapan ideate dan langsung ke prototyping. Orang-orang memilih untuk langsung membuka Figma, memodifikasi elemen persegi panjang, mengubah warna komponen, atau mengganti typeface lama menjadi yang baru. 

Sebenarnya tidak ada yang salah dari hal itu, tapi ada cara untuk menjadi lebih kreatif dan memunculkan ide desain yang top markotop. Jangan hanya jadi Figma rectangle mover, jadilah desainer. Memunculkan ide-ide desain yang menyajikan solusi dengan cara atau gaya yang baru, engage pengguna dengan cara yang tak disangka, yang mereka tidak temui di produk lain. Jadilah kreatif, jadilah beda!

Phase 5: Test

Inilah momen di mana kamu akan menemukan apakah desain yang kamu buat itu benar-benar menyelesaikan masalah pengguna atau tidak. Uji prototype yang sudah kamu buat ke para pengguna untuk mendapatkan feedback dan kembangkan jika perlu.

Dua orang pengguna sedang melakukan pengujian usability

Ada berbagai cara untuk menguji prototype. Salah satu yang umum digunakan adalah usability testingUsability testing melibatkan pengguna untuk berinteraksi dengan desain mockup atau prototype yang telah dibuat, kita sebagai desainer bertugas untuk mengamati reaksi mereka saat menggunakan produk tersebut. 

Hal ini membantu desainer dalam mengidentifikasi area dari prototype yang sekiranya membingungkan atau bahkan sulit digunakan.

Metode pengujian lainnya yang juga umum digunakan adalah A/B testing. A/B testing melibatkan pengguna untuk menguji dua versi prototype yang berbeda dan menilai mana yang lebih baik menurut pengguna. Hal ini dapat membantu desainer untuk menentukan desain mana yang lebih efektif.

Terlepas dari apapun metode pengujian yang digunakan, penting untuk mendapatkan feedback dari berbagai macam pengguna. Hal ini dapat membantu para desainer untuk mendapatkan perspektif yang menyeluruh terhadap prototype yang telah dibuat bahkan dapat mengidentifikasi potensi masalah.

Design Thinking adalah proses yang bersifat non-linear. Ya, aku memberi penomoran agar terlihat lebih keren, seperti Marvel dan fase-fase MCU-nya. Anyway, design thinking adalah proses berulang yang memungkinkan kita para desainer untuk belajar dari kesalahan dan membuat perubahan yang lebih baik. Hal ini membantu kita membuat solusi yang lebih efektif dan mudah digunakan.

Bagaimana jika kamu melewatkan satu atau dua tahapan dari Design Thinking? Well, aku tidak akan merekomendasikan kamu melewati satupun tahapan, karena jadinya tidak akan sempurna. Memungkinkan, tapi tidak sempurna. 

Proses design thinking akan bekerja sangat baik ketika semua tahapan dilakukan. Setiap tahapan membangun tahapan yang lain. Setiap tahapan memiliki peran yang penting dalam proses desain. Melewatkan tahapan ada resikonya sendiri.

  • Kamu mungkin tidak memahami pengguna dengan sangat baik. Tahapan empathize dan define sangat penting untuk dapat memahami kebutuhan pengguna, apa yang mereka harapkan dan apa yang menjadi keresahan mereka. Jika kamu melewatkan tahapan ini, ada resiko kamu akan membuat solusi yang tidak dibutuhkan oleh pengguna.
  • Kamu mungkin tidak memiliki cukup banyak ide. Disitulah tahapan ideate berguna. Design thinking harusnya mendatangkan berbagai ide dan dengan jumlah yang banyak. Jika tahapan ini dilewati, kemungkinan besar kamu akan kehilangan banyak kesempatan untuk ber-ide dan akhirnya tidak memiliki ide yang terbaik.
  • Kamu mungkin tidak mendapatkan feedback dari pengguna tepat waktu. Tahap prototype dan testing dalam design thinking sangat krusial untuk mendapatkan feedback dari pengguna. Feedback mereka mampu membantu desainer untuk memastikan solusi yang mereka buat sudah memenuhi kebutuhan pengguna atau belum. Jika kamu melewati tahap ini, ada kemungkinan kamu membuat desain atau solusi yang tidak dibutuhkan pengguna.

Jika kamu ingin melewatkan tahapan di proses design thinking, penting untuk mengetahui pro dan kontranya. Jika kamu bisa benar-benar memahami kebutuhan pengguna, memunculkan ide-ide kreatif, dan mendapatkan feedback dari pengguna tanpa melewatkan tahapan apapun, maka saranku adalah dengan tetap menjalankan tahapan-tahapan design thinking.

Kenapa Design Thinking Populer Banget?

Premisnya, di manapun kamu mencari informasi tentang Design Thinking, 99% ungkapan “human-centered” akan muncul juga. Kita kan manusia yang mencoba memahami manusia lainnya, kita mencoba untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapi orang lain dan design thinking memberikan premis sempurna untuk menemukan solusi yang inovatif. 

Design thinking juga serbaguna dan dipercayai bisa digunakan dalam berbagai scope permasalahan. Selain itu, seperti yang sudah disebutkan, sifatnya berulang sehingga desainer dapat bereksperimen dan belajar dari temuan-temuan mereka.

Ketika desainer memulai project desain, kemungkinan besar mereka akan menggunakan metode design thinking dibanding metode pendekatan penyelesaian masalah yang lainnya. Gimana tidak? Design thinking serbaguna, efektif, dan paling penting, human-centered. 

Tapi apakah design thinking efektif untuk menyelesaikan semua masalah? Meskipun sering dilihat sebagai one-size-fits-all solution, design thinking sebenarnya memiliki celah yang patut dipertanyakan.

Praktisi design thinking sering mempercayai bahwa design thinking dapat menyelesaikan segala masalah, sekompleks apapun masalah tersebut. Hal ini dapat memicu ekspektasi yang tidak realistis bahkan kekecewaan ketika design thinking gagal memberikan hasil yang diharapkan. 

Fokusnya design thinking dalam kreativitas membuat desainer gagal memperhatikan faktor pertimbangan lainnya seperti biaya dan kelayakan produk.

Apakah aku bilang design thinking adalah metode yang buruk untuk digunakan dalam proses desain? Tidak. Meskipun ada kekurangan, design thinking tetap metode penyelesaian masalah yang valueable. Ketika digunakan secara efektif, design thinking dapat membantu menciptakan solusi yang inovatif dan user-centered.

Sebagai desainer, tanggung jawab kita saat ini adalah mampu mengambil keputusan yang reliable dengan cepat dan tepat dalam proses desain. Kita perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi bisnis dan akhirnya pengguna. 

Kita harus objektif dalam proses desain, jangan hanya terbawa suasana sesaat ketika mengerjakan project baru, dimana semuanya serba baru, jadilah desainer yang tegas dengan pilihan-pilihannya, dan milikilah alasan-alasan objektif yang masuk akal dibalik keputusan-keputusan desain yang kamu ambil, apapun metode atau pendekatannya.

Design Thinking itu MENGUNTUNGKAN

Tentu benar. Kalau tidak, design thinking tidak akan sering digunakan dalam proses desain kan? Berikut beberapa keunggulan Design Thinking:

  • Pendekatan yang human-centered: Fokusnya design thinking adalah memahami kebutuhan pengguna. Hal ini mampu memastikan bahwa solusi yang dikembangkan memenuhi kebutuhan pengguna.
  • Proses yang kreatif: Design thinking mendorong para desainer untuk berpikir outside the box dan menciptakan solusi-solusi baru yang inovatif. Hal ini penting apalagi dunia cepat berubah, di mana tantangan baru terus bermunculan.
  • Prosesnya iteratif: Proses design thinking bisa berulang. Artinya ini memungkinkan desainer untuk belajar dari kesalahan mereka dan meningkatkan solusi dalam prosesnya. Hal ini sangat membantu karena mampu meyakinkan jika solusi yang dikembangkan efektif dan user-friendly.
  • Kolaborasi: Design thinking juga merupakan proses yang kolaboratif. Artinya hal ini mendorong tidak hanya desainer, namun semua orang yang mungkin terlibat untuk bekerja sama mencari solusi suatu masalah. Pentingnya hal ini karena masalah yang kompleks mungkin lebih baik ketika diselesaikan bersama dari berbagai macam orang yang memiliki expertise masing-masing.
  • Serbaguna: Dari masalah kecil sampai masalah besar, design thinking dipercaya bisa digunakan untuk mencari solusinya. Hal ini menjadikan design thinking metode yang valuable bagi orang-orang di berbagai macam industri.

Meskipun design thinking memiliki banyak potensi, penting untuk mengetahui limitnya. Salah satu limitasi terbesar dari design thinking adalah kesulitan implementasi di organisasi yang besar. 

Fokusnya design thinking adalah kreativitas dan ini cenderung mendorong desainer untuk memunculkan ide-ide kreatif dan inovatif, namun solusi tersebut tidak layak atau tidak mampu diimplementasikan oleh organisasi. Hal ini dapat membuang waktu dan sumber daya, terutama di lingkungan tim agile yang fokusnya mengirimkan solusi yang realistis dan mampu dicapai.

Realitanya, perusahan tidak menjalankan semua tahapan design thinking dalam lingkungan agile. Beberapa perusahaan melewatkan beberapa tahapan, atau mengkombinasikan beberapa tahapan sekaligus. Tahapan yang diikuti perusahaan akan menyesuaikan budaya perusahaan, requirement project, dan sumber daya yang dimiliki. Dan meskipun tidak sempurna, itulah yang terjadi di kebanyakan perusahaan sekarang ini.

Semua ini membuatku bertanya-tanya: apakah design thinking hanya istilah yang nge-hype saja, ataukah memang metode yang memberi dampak perubahan? Aku terus memikirkan hal ini. Tentu design thinking sangat populer, tapi apakah benar efektif? Atau hanya hype yang nantinya akan ketinggalan jaman?

Wrap-up

“cukup dengan pembicaraan tentang basic dan fundamentalnya design thinking, jadi itu one-size-fits-all atau tidak” well, itu pertanyaan utamanya ya kan?

Tapi sebelum kita settle keputusannya, mari lihat hasil implementasi design thinking di kasus nyata.

Tahun 2009, Aribnb hampir bankrut. Pendapatan mingguan mereka bahkan tidak sampai $200. Tentu itu buruk untuk bisnis mereka. Tapi, founders dan beberapa stakeholder memeriksa pekerjaan mereka dan mencari masalah. 

Yang mereka temukan adalah experience yang buruk dari sisi pengguna, di mana pengguna melihat kemiripan gambar yang ditampilkan oleh pemilik akomodasi. Gambar-gambar tersebut diambil dengan handphone dan tidak dalam kualitas yang baik. Hal ini membuat pengguna menjadi kurang tertarik dalam memesan melalui aplikasi.

Cerita Airbnb merupakan contoh dari penerapan fase pertama dan kedua dari design thinking, empathize dan define. Dan kemudian, seperti yang diharapkan, mereka menemukan solusi kreatif dan menolong perusahaan mereka dari krisis. Cerita yang menginspirasi bukan? Tidak diragukan lagi, design thinking menjadi peran penting di perusahaan Airbnb.

Namun, apakah semua perusahaan dapat menggunakan pendekatan design thinking dengan cara yang sama seperti Airbnb menemukan masalah dan solusi dari situasi mereka? 

Dalam perjalanan menjadi inovatif, banyak perusahaan jatuh dalam perangkap oversimplification. Mereka berfokus untuk menemukan solusi yang inovatif dibanding solusi yang membuat perubahan bermakna sesungguhnya.

Proses mencari solusi hanyalah permulaan, solusi sesungguhnya adalah ketika pengguna dapat merasakan dampak yang baik dari desain kita. Kesimpulannya, tidak, aku pikir design thinking bukan solusi one-size-fits-all, tentu itu metode yang dapat diandalkan dalam proses desain, tapi bukan jawaban untuk mencari solusi dari SEMUA masalah.

Aku pikir itulah challenge kita sebagai desainer hari-hari ini, bagaimana caranya menjadi inovatif, kreatif, dan memberi dampak sesungguhnya dalam waktu yang bersamaan. Sulit untuk dilakukan, tapi dengan banyak berlatih dan dedikasi, aku yakin kita bisa menjadi desainer yang baik dan lebih baik lagi.

cmlabs

cmlabs

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya! Di cmlabs, kami senang berbagi artikel-artikel baru dan keren seputar SEO setiap minggunya. Jadi, kamu akan selalu mendapatkan informasi terkini tentang topik yang kamu minati. Jika kamu benar-benar suka dengan konten-konten di cmlabs, kamu bisa bergabung dengan newsletter email kami. Dengan berlangganan, kamu akan mendapatkan pembaruan langsung di kotak masukmu. Oh ya, kalau kamu tertarik untuk berkontribusi sebagai penulis di cmlabs, jangan khawatir! Kamu bisa menemukan informasi lebih lanjut di sini. Jadi, ayo bergabung dengan komunitas cmlabs dan ikuti perkembangan terbaru seputar SEO bersama kami!

Bagaimana pendapat Anda? Apakah Anda menyukai artikel ini?

Permudah proses analisis dengan SEO Tools yang terpasang langsung di peramban Anda. Saatnya menjadi ahli SEO sejati.

Gratis di semua peramban berbasis Chromium

Pasang di peramban Anda sekarang? Jelajahi sekarang cmlabs chrome extension pattern cmlabs chrome extension pattern

Butuh bantuan?

Ceritakan tentang kebutuhan SEO Anda, tim marketing kami akan membantu menemukan solusi terbaik.

Berikut daftar tim kami secara resmi dan diakui, hati-hati terhadap penipuan oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan PT CMLABS INDONESIA DIGITAL (cmlabs). Baca lebih lanjut
Marketing Teams

Agita

Marketing

Tanya Saya
Marketing Teams

Destri

Marketing

Tanya Saya
Marketing Teams

Thalia

Marketing

Tanya Saya
Marketing Teams

Irsa

Marketing

Tanya Saya
Marketing Teams

Yuliana

Business & Partnership

Tanya Saya
Marketing Teams

Rochman

Product & Dev

Tanya Saya
Marketing Teams

Said

Career & Internship

Tanya Saya

Tertarik bergabung di cmlabs? Tingkatkan peluang kamu bekerja menjadi Spesialis SEO di perusahaan melalui program baru kami, yaitu cmlabs Academy. Gratis ya!

Cek

Baru! cmlabs Tambahkan 2 Tools untuk Chrome Extensions! Apa Saja?

Cek

Saat ini tidak ada notifikasi...